Jejenews.co.id, Malang - Para pengemudi ojek online (ojol) saling curhat bersama akan pendapatannya, berbeda daratis pendapatan mereka dari awal munculnya platform hingga saat ini semakin menurun.
Mahasiswa Doktoral London School Economics (LSE), Muhammad Yorga Permana membenarkan dalam laporan studinya, yang mana sebelum pandemi pada 2019 lalu para driver sudah merasa pendapatannya terus semakin menurun.
Para driver memberikan curhatannya, keluhan mereka di antaranya :
1. Pendapatan Menurun.
Di benarkan juga oleh Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia, Igun Wicaksono, selain laporan dari Muhammad Yorga, bahwa penghasilan ojol beberapa waktu terakhir menurun berkisar 50% dan bisa mencapai di bawah Upah Minimal Provinsi.
"Semakin lama pendapatan kita mengalami penurunan drastis, yang di sebabkan Aplikator menerapkan potongan ke driver semakin tinggi. Penerapan potongan driver oleh Aplikator dengan berbagai istilah-istilahnya dalam mempolitisasi pendapatannya," tandas Bang Igun saat berbincang dengan kami.
2. Potongan Besar Aplikasi.
Di rasa Igun, Aplikator saat ini menerapkan potongannya mencapai lebih dari 20℅ dan di rasa sangat memberatkan para mitra drivernya.
"Potongan dari Aplikator yang segitu besar, sangatlah memberatkan kami para driver," papar igun.
3. Pilih Jadi Pegawai Tetap.
Dari hasil studinya Muhammad Yorga memaparkan, sekitar dua pertiga dari 1.000 pengemudi ojol ingin jadi pegawai kantoran dibandingkan pengemudi ojol.
"Mereka lebih memilih pekerjaan offline dengan jam kerja normal dari jam 9.00 Wib sampai 5.00 Wib dengan perbandingan sebagai pengemudi ojek online," dalam hasil penelitiannya.
4. Cari Penghasilan Tambahan.
Saat ini para driver ojol mencari penghasilan lain, karena profesinya sebagai driver ojol sudah tidak bisa di utamakan. Karena penghasilan dari ojol sudah tidak bisa di harapkan, akhirnya mereka jadikan penghasilan sampingan sebagai driver ojol.
5. Tidak Boleh Jadi Driver Di Tempat Lain.
Sesuai pendapat dari Bang Igun, para driver dilarang jadi mitra di aplikasi lain. Mereka tidak boleh menjadi driver di dua perusahaan ride hailing besar dalam waktu bersamaan di satu ponselnya.
Akibatnya banyak dari mereka menggunakan lebih dari satu perangkat, agar para driver bisa menjaga pendapatannya dan menjadi mitra lebih dari satu Aplikator.
Di sini, dibenarkan pula oleh salah satu Peneliti Ekonomi Digital bernama Nailul Huda, driver seyogyanya diperlakukan adil dengan pengguna. Pengguna layanan dari Aplikator bisa memilih dan memiliki aplikasi lebih dari satu pada perangkat yang sama, mereka tinggal pilih yang murah saja.
"Di mana dalam satu device boleh saja, ada Maxim, Gojek, Grab, Indriver dan sejenisnya," tutur Huda.
6. Banyak Saingan.
Mengutip pendapat dari Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO), menurut Taha Syafaril jika driver tak bisa memenuhi ekspekstasi pengguna ojol. Karena mereka harus mengejar target hingga menambah jam kerjanya, disebabkan pesaingnya sebagai driver semakin banyak dan Aplikator pun juga banyak.
"Tapi mitra tidak bisa melakukan perbaikan layanan, karena menerima pendapatan dari tarif yang makin kecil. Sangat banyak saingan dan harus menambah jam kerja. Bobroknya sistem transportasi online adalah aplikasi itu sendiri, karena terus menambah biaya potongan tanpa peduli kesulitan para mitra drivernya," ucapnya.
Dari beberapa penelitian adanya pendapatan mereka para driver ojol, di harap bisa mencari dan menambah pekerjaan utamanya sebagai solusi perbaikan ekonominya. Juga berpesan kepada seluruh mitra driver online, untuk tidak mengutamakan pekerjaan sebagai mitra ojol yang sudah tidak bisa menjamin pendapatan sebaik dulu saat awal ojol booming di indonesia khususnya.
Sebagian di kutip dari laman cnbcindonesia.
(Putra/Red/Jejenews)