Jejenews.co.id Batu, Kamis 15 September 2022 - DPRD merupakan salah satu jabatan kenegaraan dengan pendapatan besar. Pendapatan besar ini dipengaruhi oleh besarnya gaji pokok serta tunjangan yang bermacam-macam. Tak jarang, tunjangan-tunjangan ini bisa dikatakan sebagai keistimewaan, lantaran tak semua jenis pekerjaan atau jabatan memperoleh tunjangan seperti DPRD. Tunjangan Rumah misalnya.
Pada pasal 9 Ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan Dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai kelanjutan dari PP No 24 Tahun 2004, menyatakan, bahwa pimpinan DPRD disediakan rumah negara (rumah dinas) dan perlengkapannya.
Sedangkan untuk Anggota DPRD, pada Ayat (3) dikatakan “dapat” disediakan rumah dinas dan perlengkapannya. Ketentuan ini kemudian diperkuat oleh ketentuan Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2).
Dalam ketentuan yang lebih lanjut, pada Pasal 15 Ayat (1) jo. Ayat (2) PP a quo dikatakan bahwa “dalam hal Pemerintah Daerah belum dapat menyediakan rumah dinas bagi Pimpinan dan Anggota DPRD, yang bersangkutan diberikan tunjangan perumahan”.
Dari uraian ketentuan hukum diatas, Koordinator Badan Pekerja MCW Atha Nursasi menjelaskan, maka dapat disimpulkan, bahwa Pimpinan DPRD berhak dan wajib dipenuhi haknya atas disediakannya Rumah Negara dan perlengkapannya, yang tergolong sebagai tunjangan kesejahteraan, sedangkan untuk Anggota DPRD bersifat alternatif (dipertegas melalui frasa dapat).
"Ketentuan ini memiliki pengecualian, yakni jika Pemerintah Daerah belum dapat menyediakan rumah dinas dan perlengkapannya bagi Pimpinan dan Anggota DPRD, maka yang bersangkutan wajib untuk diberikan tunjangan perumahan. Dengan kata lain, jika rumah negara atau rumah dinas telah disediakan, maka tunjangan perumahan tidak boleh untuk dialokasikan dan direalisasikan lagi," terang Atha saat konferensi pers di Kantor DPRD Kota Batu, Kamis (15/9/2022).
Berdasarkan ketentuan tersebut, menurutnya, Pemerintah Kota Batu pada tahun 2015 merealisasikan sebanyak tiga unit rumah dinas untuk Pimpinan DPRD Kota Batu yang diperuntukkan bagi Ketua DPRD, Wakil Ketua I, dan Wakil Ketua II.
"Lokasinya berada pada Perumahan Batu Panorama Blok D2 Nomor 28-29 (Ketua DPRD), Blok D2 Nomor 30-31 (Wakil Ketua I), dan Blok D2 Nomor 32-33 (Wakil Ketua II) Desa Pesanggrahan Kota Batu. Pengadaan
tanah tersebut didasarkan pada Keputusan Walikota Batu Nomor 188. 45/133/KEP/422.012/2015 tentang penetapan lokasi pengadaan tanah Rumah Dinas Ketua dan Wakil Ketua DPRD Kota Batu di Desa Pesanggrahan Kecamatan Batu, Kota Batu," ungkapnya.
Malang Corruption Watch (MCW) menilai, keputusan ini sekaligus menjadi dasar bagi tim perencanaan dan penyelesaian pengadaan tanah melalui negosiasi harga. Selanjutnya diketahui telah melakukan pembayaran pada tanggal 23 Oktober 2015 dengan nilai sebesar Rp 8,5 Miliar.
"Pembayaran tersebut, sekaligus pelepasan hak atas tanah sesuai kesepakatan kepada negara dan untuk dimohon kembali hak pakai oleh atas nama Pemerintah Kota Batu. Dalam Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 14, 17, dan 18 pada bagian petunjuk (huruf i) disebutkan, bahwa peruntukan tanah adalah rumah dinas DPRD Kota Batu. Adapun perabotan (meubelair) rumah jabatan pimpinan DPRD direalisasikan melalui pengadaan sebanyak dua kali, yaitu pada TA 2015 sebesar Rp. 560 Juta dan TA 2016 sebesar Rp. 167 Juta melalui Bagian Umum Sekretariat DPRD Kota Batu," urai Atha.
Hingga tahun akhir tahun 2020, masih kata Atha, MCW menemukan bahwa Pimpinan DPRD Kota Batu tidak pernah menempati rumah dinas tersebut, justru meminta kepada pemerintah daerah untuk mengalokasikan tunjangan perumahan. Alih-alih menolak, Pemerintah Kota Batu malah mengakomodir permintaan Pimpinan DPRD. Pada tahun Tahun Anggaran (TA) 2020, Pemerintah Daerah Kota Batu merealisasikan belanja tunjangan perumahan pada Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebesar Rp. 4,3 Miliar. Sebesar Rp. 618 Juta tunjangan perumahan tersebut diberikan kepada Pimpinan DPRD.
"Menimbang bahwa, Pimpinan DPRD Kota Batu telah disediakan rumah dinas namun tetap diberikan tunjangan perumahan, BPK merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah dan DPRD Kota Batu untuk berhenti memberikan tunjangan perumahan kepada Pimpinan DPRD. Selain itu, BPK juga meminta Pimpinan DPRD Kota Batu untuk segera menempati rumah dinas yang telah disediakan yang menghabiskan milyaran keuangan daerah (uang rakyat)," ujarnya.
Alih-alih mendengarkan rekomendasi BPK, lanjut Atha Nursasi, pada tahun 2021 Pemerintah dan DPRD Kota Batu justru kembali merealisasikan belanja tunjangan perumahan untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Batu pada tahun 2021 sebesar 8,2 Miliar atau meningkat sebesar 50 persen dari realisasi anggaran tunjangan perumahan DPRD tahun 2020. Implikasinya, perbuatan tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar 2,1 Milyar. Tindakan ini jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah dan juga mengindikasikan adanya upaya pembangkangan terhadap kewajiban menindaklanjuti rekomendasi BPK.
"Malang Corruption Watch (MCW) memandang, bahwa tindakan Pemerintah Daerah dan DPRD Kota Batu yang membangkang terhadap temuan dan rekomendasi BPK merupakan perbuatan melawan hukum yang mengarah pada tindak pidana korupsi, berikut penjelasannya.
Pertama, bahwa menindaklanjuti rekomendasi BPK merupakan kewajiban hukum bagi setiap Pemerintah Daerah. Pasal 20 Ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Keuangan Negara, menyatakan bahwa “Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan," papar Atha.
Di tempat yang sama, Raymond Tobing, Kanit Monitoring Hukum & Peradilan MCW menambahkan, pada Pasal 26 UU yang sama, dijelaskan bahwa “Setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.
"Dalam Laporan LHP BPK tahun 2020 dan 2021 ditemukan, bahwa Pemerintah Daerah Kota Batu dalam dua tahun terakhir tidak menindaklanjuti rekomendasi BPK atas temuan berulang pada belanja tunjangan rumah dinas Pimpinan DPRD. Permasalahan berulang ini diduga kuat sebagai modus yang dimaksudkan untuk memberi keuntungan kepada para pimpinan DPRD secara bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Atas dasar itu, patut diduga bahwa Pemerintah Daerah dan DPRD Kota Batu telah melanggar ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UU 15/2004 tentang BPK,". Pembangkangan terhadap rekomendasi BPK yang mengakibatkan kerugian keuangan negara (uang rakyat) juga diatur dalam Pasal 2 jo. Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kedua, Bahwa terdapat selisih belanja antara nilai tunjangan perumahan yang ditetapkan dalam SK Walikota Batu Nomor 188.45/405/KEP/422.012/2020 yang mengatur tentang besaran hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD TA 2021 dengan hasil perhitungan Appraisal pihak ketiga. Berdasarkan nilai tunjangan yang ditetapkan dalam SK Walikota, besaran tunjangan perumahan yang dibayarkan untuk Wakil Ketua DPRD sebesar Rp 27,2 Juta, dan Anggota sebesar Rp 22,6 Juta di setiap bulannya," beber Raymond.
MCW juga menyebut, jika sementara hasil perhitungan Appraisal disebutkan bahwa standar biaya untuk tunjangan wakil ketua adalah Rp 19,9 Juta dan Anggota Rp 12,7 Juta setiap bulannya. Implikasinya, dari 8,2 Miliar realisasi belanja untuk tunjangan perumahan DPRD tahun 2021, terdapat selisih sebesar Rp 2,1 Milyar yang diterima oleh DPRD Kota Batu secara sewenang-wenang.
"Selisih tersebut terjadi karena pemerintah Kota Batu tidak memiliki dasar perhitungan yang jelas dan bertentangan dengan PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2021. Pasal 3 PP 12/2019 menyatakan, bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, manfaat untuk masyarakat, serta taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan," urai Raymond.
Penegasan serupa, masih kata Raymond juga dijelaskan dalam surat Mendagri Nomor 188.31/7807/SJ. Dengan demikian, selisih pembayaran tunjangan perumahan DPRD pada tahun anggaran 2021 sebagaimana disebutkan di atas dapat disebut sebagai suatu kerugian keuangan negara/daerah. Ketiga, Bahwa terdapat dugaan penyalahgunaan wewenang Pemerintah Daerah dan DPRD Kota Batu dalam penganggaran dan realisasi belanja tunjangan pimpinan DPRD TA 2022.
"Berdasarkan Hasil pemeriksaan BPK, menunjukkan bahwa sampai dengan pemeriksaan berakhir tanggal 18 April 2022, Pemerintah Daerah dan DPRD Kota Batu masih merealisasikan belanja sebesar Rp. 308 Juta untuk tunjangan perumahan Pimpinan DPRD Kota Batu TA 2022. Padahal diketahui, bahwa rumah dinas dan perabotan (meubelair) telah diserahkan kepada Pimpinan DPRD Kota Batu melalui Berita Acara Serah Terima (BAST) Nomor 028/1830/422.204/2021 pada tanggal 23 November 2021," terangnya.
Menurutnya, hal serupa juga dituangkan dalam SK Walikota Batu Nomor 188.45/426/KEP/422.012/2021 tanggal 21 Desember 2021 yang menyatakan bahwa pimpinan DPRD telah memiliki rumah jabatan DPRD. Artinya, rumah dinas telah ditempati sehingga sepatutnya tunjangan rumah dinas tidak lagi dianggarkan dan direalisasikan.
"Atas perbuatan tersebut, patut diduga bahwa Pemerintah Daerah dan DPRD Kota Batu telah bertindak sewenang-wenang dan menyalahgunakan kekuasaan dengan mengesampingkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah jo. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan Dan Administratif Pimpinan Dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Keempat, Bahwa pembangkangan berulang Pemerintah Daerah dan DPRD Kota Batu terhadap Rekomendasi BPK, secara khusus pada anggaran belanja tunjangan perumahan DPRD, serta implikasi kerugian yang diakibatkan merupakan suatu perbuatan melawan hukum sehingga sudah sepatutnya BPK melakukan tindakan represif dengan melaporkan tindakan Pemerintah Daerah dan DPRD Kota Batu kepada APH sebagaimana mandat Peraturan BPK No 2 Tahun 2017 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan," tukasnya.
Pasal 9 Ayat (1), masih kata Raymond Tobing, menyatakan bahwa “apabila klasifikasi tindak lanjut menunjukkan tindak lanjut belum sesuai dengan rekomendasi atau rekomendasi belum ditindaklanjuti, Pejabat wajib melaksanakan tindak lanjut dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penetapan status diterima entitas”. Kemudian pada Ayat (2) dikatakan bahwa “Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) klasifikasi tindak lanjut belum sesuai dengan rekomendasi atau rekomendasi belum ditindaklanjuti, BPK dapat melaporkan kepada instansi yang berwenang”.
"Berdasarkan keempat catatan diatas, Malang Corruption Watch Menilai dan Mendesak
1. Pembangkangan berulang yang dilakukan Pemkot dan DPRD Kota Batu terhadap rekomendasi BPK merupakan perbuatan melawan hukum sehingga BPK harus segera melaporkan kepada pihak yang berwenang (vide. Pasal 9 Ayat (1) Peraturan BPK 2/2017).
2. KPK RI untuk melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD Kota Batu yang diduga merugikan keuangan negara (uang rakyat) sebesar Rp. 2,1 Miliar pada tahun 2022 (tunjangan perumahan DPRD). KPK berhak untuk mengusut kasus tersebut, sebagaimana ketentuan yang termaktub dalam Pasal 11 UU 30/2022 jo. UU 19/2019," tandasnya. (Eko)
(Eko/Red/Jejenews)